Akhir-akhir ini saya sedang tertarik untuk mengekspos tentang Randulanang. Hehe…
Setelah sebelumnya saya membeberkan asal mula nama Randulanang (Baca disini), pada tulisan ini saya hanya sebatas menceritakan tentang sebagian kecil yang ada di desa tersebut. Bukan tentang penduduknya yang ramah, sopan, baik hati, rajin menabung.. Hehe…. Alhamdulillah..
Namun lebih tepatnya pada kondisi Desa tersebut saja.
Randulanang bukanlah sebuah Desa wisata dengan pemandangan alam yang indah dan lingkungan yang BERSINAR ( Bersih, Sehat, Indah, Nyaman, Aman, Rapi )layaknya slogan Kota Kabupatennya Baca Klaten. Namun hanya sebuah desa yang terletak di dataran tinggi ( Bukan lereng gunung merapi lho ). Dengan pemandangan ladang/kebun yang dihiasi pohon-pohon besar atau bambu.
Jarak antara Kota Klaten dengan Desa Randulanang sekitar ± 10 km arah ke utara. Dari Kota Klaten ambil arah ke Jatinom/Boyolali dan akan menjumpai Perempatan Ngupit. Lurus Arah Beteng. Kanan ke Jatinom/Boyolali/Semarang sedangkan ke Kiri ke Kecamatan Ngawen yang tembus ke Klaten Kota Lagi. Dari perempatan Ngupit Lurus menuju arah Beteng yang berjarak sekitar 4 km. Dari sana akan ada pertigaan Mranggen dengan lapangan di sebelah Kiri. Lurus menuju Kayumas belok Kiri ke arah Beteng/Randulanang. Setelah 2 km meninggalkan Pertigaan Mranggen akan melewati Kampung Porodesan ( Kelurahan Randulanang ). Kemudian hamparan ladang penduduk sepanjang 1 km dan selanjutnya di kanan jalan akan dijumpai sebuah Kantor Kepala Desa Randulanang.
Di belakang Balai Desa Randulanang ada sebuah Sekolah ( SD N 1 Randulanang ) salah satu dari dua buah sekolah Dasar yang ada di kelurahan tersebut.
Jika berjalan menuju ke utara lagi akan dijumpai sebuah Pura tempat beribadah umat Hindhu yang diberi nama “Pura Randu Agung”. Biasanya digunakan untuk ibadah Umat Hindhu penduduk sekitar seminggu sekali yaitu pada sabtu malam.
Hal yang paling saya suka dari Randulanang adalah udaranya yang sejuk bebas polusi. Meskipun kalau malam cukup dingin.Jika ada hal yang saya suka pasti akan timbul pertanyaan hal yang tidak saya suka. Hhhhhmmmm,, benar saja.. Hal yang tidak saya suka lebih tepatnya Kurang saya suka adalah masalah air.
Ketika memasuki Desa dengan mata pencaharian penduduk sebagai Petani dan peternak ini jangan pernah berharap untuk mendapatkan sumur dengan kedalaman sekitar 15 m yang di miliki sebagian dari penduduknya.. Karena di desa tersebut hanya ada beberapa sumur milik warga yang sudah kering tanpa air dengan kedalaman ± 45 meter. Naaahh lloooo….
Sebaliknya, akan dijumpai bak penampungan air milik warga yang terbuat dari beton dengan ukuran besar dengan kedalaman sekitar 5 meter ( 2 x 3 x 5 meter ). Hampir semua rumah memiliki bak penampungan serupa yang membedakan hanya besar kecilnya saja. Bak Penampungan air ini digunakan untuk menampung air hujan ketika musim penghujan datang dan ketika musim kemarau tiba akan di isi air dari sumber air kecamatan terdekat ( Umbul geneng kecamatan karangnongko ) yang diangkut menggunakan mobil tangki. Harga air untuk satu tangki 5.000 liter sekitar Rp. 60.000,- Padahal tiap keluarga pemakaian selama sebulan ± 20.000 liter .
Sebenarnya terdapat sebuah sumur Bor yang dibuat oleh pemerintah desa setempat sebagai fasilitas umum bagi warga. Cukup membayar Rp. 150,- per dirgen ( 15 liter ) warga bisa mendapatkan air tanah yang bersih. Namun, karena terbatasnya fasilitas tersebut, maka sebagian warga banyak yang memilih membeli air tangki.
Untuk menjangkau penduduk yang berjarak jauh dari sumur Bor tersebut, Pemerintah desa Randulanang telah membangun bak penampungan air di beberapa titik yang disalurkan melalui pipa-pipa air. Sedangkan sumber airnya berasal dari sumur Bor tersebut.
Biasanya sumur Bor dan penampungan air tersebut akan ramai didatangi warga untuk mengambil air pada pagi dan sore hari. Sebelum penduduk pergi ke ladang atau setelah selesai melakukan aktivitas di ladang atau kebun.
*Yuden_japan*
0 komentar:
Posting Komentar